Wednesday, January 19, 2011

Sejarah Kapitalisme dan Sosialisme

Pembahasan tentang ekonomi dan permasalahannya, seperti tidak akan lekang dimakan zaman. Entah itu, dalam tingkat yang paling sederhana ekonomi rumah-tangga, ataupun dalam tataran yang lebih luas, dalam konteks ekonomi negara misalnya. Sifat dasar manusia yang ingin selalu memenuhi kebutuhannya, semakin menambah ruang lingkup pembahasan itu semakin luas. Pembahasan masalah ekonomi berkembang menjadi pembahasan permasalahan manusia itu sendiri. Dengan kebutuhan yang tidak pernah habis manusia dibuat menjadi sibuk. Kenyataan inilah yang membuat manusia diliputi masalah-masalah ekonomi.
Perekonomian dunia yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia, memiliki cerita sejarah yang panjang. Deretan-deretan tulisan yang menerangkannya pun tak akan habis dibaca, selalu ada bagian-bagian tertentu yang masih tersisa untuk dibuka dan dipahami.
Pembahasan-permasalahan ini akan dimulai dari ketika manusia Eropa mengalami masa yang disebut dengan revolusi industri. Inipun, masih akan di batasi lagi dengan pembahasan perekonomian yang berhubungan dengan dua aliran utama ekonomi dunia. Dengan merunut pada lika-liku sejarah, dua aliran tadi sedikit demi sedikit akan dikupas.

Revolusi Industri dan Lahirnya Dua Madzab Ekonomi Dunia
Dalam sejarahnya, revolusi industri tidak serta merta ada begitu saja. Revolusi ini muncul sesudah masyarakat Eropa melampaui masa kegelapan. Masa di mana “pemikiran” mereka mengalami ke-mandeg-an. Renaisance yang muncul pada abad 17 membuat manusia Eropa terlecut, dan kembali ke jalan pemikiran. Dan kesadaran berfikir inilah yang memiliki peran penting membawa manusia Eropa (Inggris khususnya) ke dalam sebuah perubahan besar.
Revolusi industripun lahir, di antara puing-puing peradaban Yunani. Manusia-manusia Eropa bergerak, dan segera merubah dunia mereka. Corak agraris, dirubah menjadi industris. Tenaga-tenaga manusia mulai diganti gerak-gerak mesin yang bermunculan setelah ditemukannya mesin uap. Pabrik-pabrikpun segera saja mengisi sudut-sudut Eropa modern.
Revolusi industri tidak hanya merubah Eropa dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industris, tapi lebih dari itu. Sistem sosial masyarakatnya pun perlahan berubah. Muncul strata-strata baru di dalamnya. Penggolongan tidak lagi didasarkan pada keturunan dan agama, tidak lagi hanya siapa yang bangsawan dan yang bukan. Kondisi ini ada kerena munculnya kelas-kelas baru, kaum buruh (proletar) dan pemodal (borjuis) yang memegang kapital. Di sini siapa yang mampu mengendalikan kapital dialah yang berkuasa.
Perkembangan pesat industripun kemudian memerlukan birokrasi ekonomi yang lebih besar. Dan kemudian dibentuklah sistem-sistem birokrasi penunjang, dan tentunya sistem birokrasi yang menguntungkan kapitalisme. Industri yang berkembang dan birokrasi ekonomi yang luas akhirnya menciptakan sistem pasar yang disebut “kapitalisme” dengan ide dasar, leissez faire. Oleh Smith (1723-1790) “sistem pasar ini adalah sebuah realitas independen yang memusat pada individu dan sekaligus menguasainya[1].” Pasar akan bergerak dan terus bergerak dengan bimbingan invisible hand-nya Smith. Pasarlah yang membentuk dunia dan pasar pulalah yang menentukan langkah perekonomian sekaligus gerak dunia. Mengenai hal ini, Herbert Spencer (1820-1930) pun sejalan dengan pemikiran Adam Smith, bahkan ia menambahkannya dengan ide Darwinisme Sosial.[2] Ide Darwinisme ini akhirnya ia kembangkan, dan munculah teori seleksi alamiah (survival of the fittest)[3], siapa yang mampu bertahan dialah yang menang. Sebuah ide yang membuat kelas-kelas pemodal semakin dimanjakan. Kepemilikan atas kapital-kapital pabrik, membuatnya semakin memegang kuasa. Akhirnya hanya pada orang-orang inilah kemakmuran terpusat.
Kesenjangan antara kaum buruh dan kapitalis inipun menimbulkan reaksi-reaksi, terutama oleh mereka para cendekiawan Eropa yang merasa gerah atas situasi itu. Sebut saja, Claude-Henri de Saint-Simon (1760-1825), F. M. Charles Fourier (1772-1837), Louis Blanc (1813-1882), dan Karl Marx (1818-1883).
Claude-Henri de Saint-Simon, Sang Bapak Sosialisme dunia. Menurutnya sentralisasi perencanaan sistem ekonomi pemerintah adalah hal yang harus di utamakan. Masyarakat industri akan menjadi baik apabila diorganisaikan secara baik. Dan pemerintah harus memiliki peran penting di dalamnya. Peran sentral para kapitalis sebaiknya dibatasi oleh wewenang pemerintah dalam perekonomian.
F.M. Charles Fourier, kaum borjuis yang olehnya adalah orang-orang cacat sosial. Demi kepentingan mereka sendiri, kaum buruh ditindas. Hal ini yang olehnya disebut sebagai sebuah pertentangan kelas terselubung, dan bila dibiarkaan maka harmoni masyarakat akan rusak. Untuk menyelesaikan hal ini, ia menganjurkan akan sebuah reorganisasi masyarakat.[4] Reorganisasi masyarakat ini dapat dilakukan dengan memisahkan kelompok-kelompok politik dan ekonomi[5]. Opsi kedua yang ia tawarkan adalah dengan memberikan individu-individu kebebasan memilih pekerjaan. Meskipun nampak memberikan jalan keluar namun ide-idenya ini hanya dianggap sebagai sebuah ide utopian yang tidak bisa diwujudkan.
Louis Blanc satu dari orang-orang sosialis yang benar-benar ingin mengangkat kaum buruh. Kaum buruh olehnya harus menjadi prioritas pemerintah dalam menentukan kebijakan. Dan bentuk konkrit dari prioritas itu adalah dengan menyediakan kapital-kapital bagi kaum buruh. Setelah kapital-kapital itu disediakan maka kaum buruh diberi wewenang untuk mengelola pabrik-pabrik yang ada. Ide inipun bernasib sama dengan gagasan Fourier, di tolak dan dibuang jauh di dalam cerobong pabrik kapitalisme. Namun di balik itu, ada hal lain yang menyebabkan ide ini di tolak, merugikan politisi dan ekonom.[6]
Karl Marx. Ide dasar yang membawanya pada sentralisasi murni sistem perekonomian adalah individualisme. Satu paham yang ditentangnya ini dianggap sebagai agen yang membuat masyarakat terkotak-kotak dalam kelas-kelas (Klassengesellschaft) sosial. Kelas-kelas sosial inilah yang olehnya ingin dihilangkan. Kelas sosial ini akan menimbulkan ketimpangan dalam masyarakat, kaum buruh akan semakin tertekan dengan kelas sosialnya. Sebaliknya kaum borjuis akan semakin berjaya. Maka untuk menghilangkan hal itu maka sistem perekonomia harus disentralisasi dengan memusatkan perekonomian itu pada pemerintah. Dengan sistem yang baru ini maka pemerataan akan dapat dilakukan, tidak ada lagi kepemilikan pribadi, yang ada hanya milik bersama secara kolektif. The Communist Manifesto adalah salah satu karya monumental Marx yang melukiskan keradikalanya sebagai seorang sosialis.
Dalam perkembangannya, kaum sosialis tumbuh menjadi aliran yang lebih radikal. Ajaran yang digunakan kaum ini lebih berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai, yaitu membentuk masyarakat sosialis dunia. Seringkali upaya-upaya yang mereka lakukan keluar jauh dari mainstream paham sosialis. Anarkisme, pembantaian dan bahkan mengorbankan bagian dari golongan mereka sendiri, semua itu sah-sah saja. Paham sosialis radikal ini berasal dari ajaran-ajaran Bakunin (1814-1876). Ajaran ini menemukan bentuknya yang paling mengerikan, ketika Rusia menjadi pusat sosialis dunia, era Lenin. Di sini militerisme menjadi alat sosialisme untuk melakukan segala tindak tanduknya. Paradigma masyarakat dunia pun berubah. Sebuah bayangan ketakutan akan muncul apabila nama sosialisme disebut. Sosialisme tidak lagi peduli dengan buruh-buruh di pabrik-pabrik para kapitalis, atau memikirkan bagaimana kesenjangan ekonomi dapat segera di atasi, tapi ia menjadi sibuk dengan urusan para elit-elit penguasa yang haus kekuasaan dan kekayaan.


1] Pasar memiliki kehendak bebas menentukan dirinya. Manusia menjadi objek dari pasar itu sendiri, setelah penguasaan pasar atas diri mereka melalui sebuah mekanisme buatan manusia sendiri. Simulasi-simulasi terbentuk dan terciptalah simulacrum yang menjerat manusia.
[2] Teori evolusi Darwin yang telah diterapkan pada ranah sistem sosial manusia. “Dengan keyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang lebih baik dan karena itulah masyarakat harus lepas dari tekanan negara,” George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media, Kencana, cet.I, 2003, hal.49-50.
[3] Istilah populer yang kelak di kenal untuk menandai pemikiran evolusi Darwin.
[4] Budi Hardiman, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta: Gramedia, 2004, hal: 201.
[5] Pemisahan dua golongan ini tak nampak begitu jelas bagaimana bentuk realnya. Oleh Abdul Hadi W.M dalam makalahnya pemisahan itu berupa pemisahan komplek perumahan antara golongan politik dan ekonomi. Sayangnya, di sini Abdul Hadi W.M. tidak menjelaskan lebih lanjut tentang pemisahan komplek perumahan ini, seperti apa batasannya. Apakah pemisahan ini hanya dalam tataran komplek perumahan saja, atau pemisahan ini juga pada tataran ranah-ranah lain, dunia industri misalnya. Karena menurut hemat saya, pemisahan komplek perumahan memang memisahkan dua golongan ini, dalam beberapa kontek saja. Namun tetap saja di bagian lain tentu saja dua golongan ini masih tetap berinteraksi. Untuk berkoalisi, bekerjasama dalam menentukan kebijakan atau bahkan untuk saling menjatuhkan. Lihat, Abdul Hadi W.M., “Islam, Marxisme, dan Persoalan Sosialisme di Indonesia”, makalah ini disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 04 Desember 2006.
[6] Beberapa hal yang menjadikan anehnya ide ini adalah peran pemerintah dan pada kelas buruh itu sendiri. Pertama, di sini peran pemerintah seolah hanya sebagai pemberi modal dan penentu kebijakan yang diharap menguntungkan kaum buruh. Dan tentu hal itu bukan langkah yang baik untuk sebuah kebijakan. Tentunya para kapitalis tak akan menerima hal ini, dan situasi paling buruk yang akan muncul adalah adanya pertikaian yang akan semakin menambah masalah. Kedua, dengan memberikan wewenang bebas kepada kaum buruh dalam memanage pabrik, implikasinya adalah munculnya kelas borjuis-borjuis baru yang oleh Blanc harus dihindari. Dengan begitu kapitalisme yang ingin dihilangkan Blanc bukannya menghilang tetapi akan muncul dengan bentuk yang berbeda, dengan munculnya borjuis-borjuis baru itu.
[7] Kapitalisme ini adalah masih dalam rupa sebuah system yang hanya berupaya mengeruk sumber daya alam daerah koloninya. Daerah jajahan sebagai pangsa pasar tidak di jadikan prioritas oleh Belanda waktu itu. System pada masa itu masih sangat erat kaitanya dengan system kolonialisme. Jadi, pada masa pra-kemerdekaan kolonialisme dan kapitalisme berpadu kasih menguras sumber daya Indonesia. 



sumber:http://pelajarindonesia.multiply.com/journal/item/8/Kapitalisme_Sosialisme_dan_Sistem_Ekonomi_Indonesia

No comments:

Post a Comment